Peran Kelembagaan Agribisnis

Kukuh Prakoso (tugas Koperasi dan Kelembagaan Agribisnis)

Kelembagaan adalah sosial form ibarat organ-organ dalam tubuh manusia yang hidup dalam masyarakat. Kata “kelembagaan” (Koentjaraningrat, 1997) menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku yang hidup pada suatu kelompok orang. Ia merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial.

Setelah mengetahui pengertian tentang apa itu kelembagaan, sebenarnya ada tiga hal penting terkait kelembagaan yang perlu di garis bawahi, yakni sistem sosial masyarakat, efisien dan memiliki tujuan. Berbicara kelembagaan khususnya di bidang pertanian, sangat lekat dengan sistem agrisbisnis. Suatu sistem yang apabila berjalan dengan baik, maka akan menciptakan kondisi yang baik. Kelembagaan termasuk di dalam sistem agrbisnis yang diharapkan dapat bekerja dengan baik didalam sistem social masyakat, efisien dan memiliki tujuan yang mendorong kemajuan masyarakat. Namun, proses yang melibatkan kelembagaan, baik dalam bentuk lembaga organisasi maupun kelembagaan norma dan tata pengaturan, pada umumnya masih terpusat pada proses pengumpulan dan pemasaran dalam skala tertentu. Kelembagaan pertanian dan petani belum terlihat perannya dalam mengatasi permasalahan tersebut. Padahal fungsi kelembagaan agribisnis sangat beragam, antara lain adalah sebagai penggerak, penghimpun, penyalur sarana produksi, pembangkit minat dan sikap, dan lain-lain.

Jika mengambil salah satu contoh dari kelembagaan pertanian, yakni Koperasi. Sebenarnya menurut Lukman M. Baga (2006), pengembangan kelembagaan pertanian baik itu kelompok tani atau koperasi bagi petani sangat penting terutama dalam peningkatan produksi dan kesejahteraan petani, dimana: (1) Melalui koperasi petani dapat memperbaiki posisi rebut tawar mereka baik dalam memasarkan hasil produksi maupun dalam pengadaan input produksi yang dibutuhkan. Posisi rebut tawar (bargaining power) ini bahkan dapat berkembang menjadi kekuatan penyeimbang (countervailing power) dari berbagai ketidakadilan pasar yang dihadapi para petani. (2) Dalam hal mekanisme pasar tidak menjamin terciptanya keadilan, koperasi dapat mengupayakan pembukaan pasar baru bagi produk anggotanya. Pada sisi lain koperasi dapat memberikan akses kepada anggotanya terahadap berbagai penggunaan faktor produksi dan jasa yang tidak ditawarkan pasar. (3) Dengan bergabung dalam koperasi, para petani dapat lebih mudah melakukan penyesuaian produksinya melalui pengolahan paska panen sehubungan dengan perubahan permintaan pasar. Pada gilirannya hal ini akan memperbaiki efisiensi pemasaran yang memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, dan bahkan kepada masyarakat umum maupun perekonomian nasional. (4) Dengan penyatuan sumberdaya para petani dalam sebuah koperasi, para petani lebih mudah dalam menangani risiko yang melekat pada produksi pertanian, seperti: pengaruh iklim, heterogenitas kualitas produksi dan sebaran daerah produksi. Dan (5) Dalam wadah organisasi koperasi, para petani lebih mudah berinteraksi secara positif terkait dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas SDM mereka.

Namun, ternyata konsep dan semangat Koperasi belum bisa berjalan dengan baik di pedesaan dewasa ini. Banyak kendala dan hambata dalam pengembangan koperasi di pedesaan, diantaranya adalah : (a) rendahnya minat masyarakat untuk bergabung dalam kelompok tani/koperasi, hal ini disebabkan karena kegagalan-kegagalan dan stigma negatif tentang kelembagaan tani/koperasi yang terbentuk di dalam masyarakat. Kegagalan yang dimaksud diantaranya adalah ketidakmampuan kelembagaan tani/koperasi dalam memberikan kebutuhan anggotanya dan ketidakmampuan dalam memasarkan hasil produk pertanian anggotanya. (b) adanya ketergantungan petani kepada tengkulak akibat ikatan yang ditimbulkan karena petani melakukan transaksi dengan para tengkulak (pinjaman modal, dan memasarkan hasil). Dan (c) rendahnya SDM petani di pedesaan menimbulkan pemahaman dan arti penting koperasi terabaikan. Feryanto W.K (2010)

Maka, kesimpulan yang dapat saya tarik mengapa sampai saat ini sistem agribisnis belum berjalan dengan baik adalah sistem agribisnis sebenarnya sudah memberikan dampak yang positif bagi kemajuan pertanian dan perekonomian Indonesia namun belum berjalan dengan baik atau kurang maksismal. Hal ini dikarenakan kelembagaan (misalkan kelompok tani atau Koperasi) yang terdapat didalam sistem agribisnis belum berjalan dengan baik pula dengan masih terdapatnya hambatan dan kendala yang perlu diselesaikan dan dicarikan pemecahannya. Karena didalam suatu sistem apabila ada yang tidak berjalan maka akan berdampak sistemik.